Januari
2007
Mungkin
semua orang pernah merasakan bagaimana indahnya cinta pertama, begitu pula
dengan diriku, yang saat ini masih duduk di kelas VIII SMP. Tak seperti yang
lain, cinta pertama ku ini agak sedikit gila, aku jatuh cinta pada seorang yang
mengajar di sekolahku, benar-benar gila!.
“Kenapa
Hamdan?” dengan nada meninggi Bu Sri bertanya kepada ku.
“Tidak
ada apa-apa Bu, he…” Aku sedikit kaget, karena tak menduga gerak gerik ku yang sedari tadi
memperhatikannya menjelaskan pelajaran di depan kelas mulai menjadi sedikit
aneh di matanya. Bagaimana tidak, karena
dua orang temanku dibangku depan banyak bergerak tanpa sadar dalam beberapa
detik saja aku memiringkan kepala ku ke kiri dan kekanan dengan sudut empat puluh
lima derajat untuk mencari posisi yang pas menyaksikan show Bu Sri pagi ini.
Namanya
Sri Nur Diana, aku dan teman-teman memanggilnya Bu Sri, perawakannya tidak
tinggi dan tidak juga pendek, wajah Bu Sri terbilang manis, Bu Sri masuk dalam
kategori guru-guru galak di sekolah juga sedikit kaku, tapi di balik semua itu
Bu Sri adalah sosok guru yang pengertian dan tempat curhat paling empuk, aku
dan juga teman-teman ku sering menanyakan berbagai masalah di luar jam sekolah
kepadanya.
Dari
mana kisah cinta ini harus ku mulai, ahh kisah cinta? Aku sadar masih belia,
tapi apa sebenarnya yang aku rasakan saat ini? Bukan cinta kah? Setiap kali
namanya disebut jantung ku berdegup tak karuan, padahal nama Sri adalah nama
yang pasaran, aku bisa mendengarnya dimana-mana, di warung, di pasar, di
sekolah, bahkan banyak dari tetangga dan teman sebaya ku pun bernama Sri. Sri
Rahayu, Mbah Sri, Yuk Sri… Benar-benar menyiksa.
Sejak
kapankah?
Apakah
saat upacara bendera, saat matahari beranjak naik dari balik gedung tingkat dua
sekolah kami? Ya, pagi yang tak biasa, saat matahari berwarna kuning dengan
cahaya keemasan perlahan menyapu wajah
manis nya hingga merona sempurna tepat di depan barisanku, meski saat
itu Bu Sri mengenakan seragam sekolah yang bersahaja, tetap saja istimewa.
Atau
sejak kami terlibat aktif dalam komunitas sosial yang sama, sehingga aku dan Bu
Sri menjadi sangat akrab sekali, kami menghadiri rapat bersama, makan siang
bersama, dan yang paling membuatku
terkesima pada masa itu, saat terjadi perseteruan panas dengan seorang warga, aku
meyaksikan semuanya bagaiamana dengan pikiran yang masih berkecamuk setelah
mendengar segala caci maki dan hinaan dengan nada kasar, Bu Sri dengan tenang
dan bijak menyelesaikan perseteruan itu hingga semua pihak merasa lega dan
tidak dirugikan.
Entahlah,
aku tak tau sejak kapan semua rasa ini halus menelusup ke dalam hati ku dan
semakin hari semakin hebat.
*********
Oktober
2008
Suasana
di sekolah riuh, menjelang pukul delapan pagi orang tua mulai berdatangan. Tahun
ini merupakan tahun terakhir ku di SMP, ya saat ini aku sudah kelas IX,
sebentar lagi aku akan mengakhiri masa SMP ku yang sangat indah ini dan itu
artinya aku akan berpisah dengan Bu Sri, guru paling spesial di hatiku.
Keputusan ku ini sudah bulat, sudah berminggu-minggu aku fikirkan, bagaimana
pun tanggapan Bu Sri nanti, aku ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan, meski
aku sadar ini sedikit gila, tapi perasaan ku pada nya bukanlah main-main.
“Gila kamu Hamdan…!!” Rizki yang sedari tadi tenang
menyimak kisah ku yang tak biasa ini
bangkit dari tempat duduk dan menggaruk-garuk kepalanya.
Aku
mengalihkan pandanganku ke langit, kemudian menunduk sadar bahwa keputusan ku
ini tak seratus persen akan didukungnya.
“Aku
tau Ki, ini memang gila, tapi semua orang berhak menyukai siapapun bukan?”
Aku
mencoba membela diri.
Rizki
terdiam lama, dan inilah alasan mengapa aku menceritakan masalah-masalahku
kepadanya, dia sosok yang tenang dan pemikir.
“Hm…,
kamu ingat apa yang dikatakan Bu Sri saat Dede dan Jasmin ketauan bepacaran di belakang
sekolah?”
“Kalau kita sangat suka atau jatuh
cinta dengan seseorang, hanya ada dua pilihan… halalkan atau ikhlaskan, kalian
masih muda, banyak hal positif yang bisa kalian lakukan, tahan diri selama
mungkin untuk tidak berpacaran ya nak!”
Tanggapan
Rizki kali ini membuatku mengingat pesan Bu Sri beberapa bulan yang lalu
lengkap dengan nada tegas dan wajah seriusnya. Begitulah Bu Sri, dia sangat
peduli dengan kenakalan remaja sampai sampai pacaran yang bagi guru kekinian di
anggap hal sepele tetapi tidak baginya.
“Iya
Ki, aku sadar…, tapi salah ya kalau aku mau Bu Sri tau apa yang aku rasakan?”
Rizki
kali ini terdiam lebih lama, dengan sedikit wajah sendu Rizki menatapku lantas menghela
nafasnya.
“Aku
hanya bisa berdoa yang terbaik untukmu Dan...!” Rizki menepuk pundak ku, sambil
sedikit tesenyum kecut.
*********
Desember
2008
Rabu,
Pukul 14.15 WIB, dengan segenap keberanian aku menemui Bu Sri dikediamannya.
“Bu, ss saya mau bicara d dengan ibu…” Suaraku
gemetar hebat, ini lebih buruk dari yang aku prediksikan.
“Ada
apa Hamdan?” balas bu Sri datar, sambil menyuguhkan secangkir teh manis.
“S s
ssebenarnya….”
“Kamu
kenapa Hamdan?” Bu Sri bingung melihat gelagatku.
“Lusa
saya mau berangkat ke luar kota Bu.”
“Oh
iya, ayah mu sudah mengabari Ibu dua hari yang lalu, SMA Bima Sakti ya? Belajar
yang baik di sana ya Hamdan, jangan nakal lagi!”
Entah
mengapa lidahku kelu, hingga aku mengubah topik pembicaraan melanjutkan SMA ke
luar kota. Aku bingung harus bagaimana, dan hanya bisa diam dan mengangguk.
“Tapi,
sayang sekali jadinya kamu tidak bisa hadir di hari pernikahan ibu minggu
depan.”
Seketika
aku diam, membeku untuk beberapa saat, sangat jelas di telingaku kata yang baru
saja keluar dari mulut Bu Sri, guru teramat spesial di hatiku. Pernikahan?
Sangat sulit bagi fikiranku untuk mencerna kata-kata itu. Segera aku pamit
pulang, meninggalkan Bu Sri yang tentu
saja kebingungan melihat tingkahku. Saat ini Bu Sri berusia 23 tahun, dan
memang sudah wajar baginya untuk membina rumah tangga, sebagai seorang lelaki menghadapi
kejadian seperti ini, aku merasa sangat malu dengan diriku yang tak sadar diri.
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah tak ada air mata yang tumpah, hanya saja
aku tak henti memaki diriku sendiri di dalam hati.
Oktober
2015
Mengikhlaskan,
itu satu kata yang aku pegang selama ini ketika aku merindukan sosok Bu Sri.
Aku mulai menyibukkan diri dengan
beragam aktivitas dan berhasil meraih berbagai prestasi saat SMA pun juga
ketika kuliah. Usia ku saat ini beranjak 23 tahun, aku sudah mulai bekerja di
sebuah perusahaan properti di kota kelahiranku, gajinya cukup lumayan untuk
seorang fresh graduate seperti diriku.
Selama
bertahun-tahun ini aku menuntut ilmu di luar kota, pergi ke banyak tempat dan
bertemu dengan banyak orang, tapi entahlah belum ada yang bisa menggantikan tempat
Bu Sri di hati ku, aku tak pernah berani menghubunginya meski jauh di dalam
hati aku sangat ingin tahu bagaimana kabarnya saat ini. Hingga suatu hari…
Rizki
teman SMP ku dulu, tiba-tiba menelpon dan mengabarkan kabar bahagia bahwa dia
akan menikah, asyik bercakap-cakap Rizki pun membahas seputar teman-teman lama,
sekolah, guru.. dan tentu saja Bu Sri.
“Eh
udah tau belum?”
“Apa?”
“Bu
Sri baru pulang dari Jepang lho bulan kemaren”
“Ha?
bukannya dia udah merried kan?”
“Dan…
Dan, super sibuk kamu sekarang ya sampai
kabar gurunya aja gak update! suaminya kan kecelakaan pesawat pas setahun
menikah, trus Bu Sri lanjut S2 ke Jepang, dan sekarang Bu Sri itu statusnya
janda kembang.”
Mataku
berkaca-kaca, ada rasa simpati, haru juga bercampur senang, saat ini aku
seperti merasa seakan ada secercah cahaya harapan kembali bersinar. Dan deretan
kata-kata Rizki selanjutnya yang membuatku tak bisa berucap sepatah katapun.
Trus
kabarnya dari bibi ku, Bu Sri itu lagi nyari jodoh Dan..., kamu masih single
kan? Cieee!
Aku
langsung mematikan ponsel, ku abaikan ocehan Rizki terakhir. Segera sepulang
kerja, aku berdiskusi dengan kedua orang tuaku, menceritakan semua lika liku
kisah yang aku alami di masa lalu, dan diluar dugaanku mereka sangat mendukung
niat baikku.
Bu
Sri, sosok guru galak yang agak kaku itu ku lihat kini tidak banyak berubah
meski waktu dan jarak telah lama memisahkan kami, wajahnya semakin teduh dan
dari sorot matanya ada ketegaran yang ku tangkap. Dia tetap spesial di hatiku,
saat ini, esok dan selamanya.

Dia cinta beneran rupanya. Q pikir gitu2 aja. Terbaeklah mu. Eh, ntar ditunggu cerpen yg tak kental jodoh2an ya. Hehe.
BalasHapusAq iri lah bs nulis gini....
Well...great saadah...me too kak fit...someday... :)
BalasHapusaiih..., kk lbih byk bca tntu nya lbih byk yg bs d tulis, just tulis jee
BalasHapusfkusnya dsni indahnya mengikhlaskan bgitu...hee
ok siap kk2
thanks kak Winda..wait for your amazing story
geli pulak aku bace cerite ni haha
BalasHapus