Kamis, 19 Mei 2011

BUTUH KESUNGGUHAN

Salah seorang sahabat yang mulia yang bernama Abdullah bin Mas'ud ra, menuturkan, "Hendaknya seorang pengemban al-Qur'an:

  1. Memperhatikan malamnya (dengan qiyamullail) di kala orang lain terlelap dengan buaian mimpi dan tidur dan memperhatikan siangnya (dengan shaum) di kala manusia berbuka,
  2. Memperhatikan sedih dan dukanya di kala orang lain bergembira dan rintihan tangisnya di kala orang lain tertawa terbahak-bahak,
  3. (lebih banyak) diam membisu di kala orang lain bercengkrama, dan
  4. Khusyuk di kala orang lain larut dalam khayalan.

Hendaknya pula seorang penghafal al-Qur'an bersikap tenang, lemah-lembut dan sopan santun. DI samping itu sangat tidak layak baginya kalau ia bersikap keras, kasar, bercanda tawa, suka menjerit (mengoceh), suka glamour dan keras kepala."

Fudhail bin Iyadh radiyallahu anhu, seorang tabi'in yang mulia, berkata:

"Penghafal al-Qur'an adalah para pembawa bendera Islam. Sangat tidak layak baginya larut dalam senda-gurau sebagaimana orang-orang yang bersenda-gurau, dan tidak layak baginya larut dalam kealpaan seperti halnya orang-orang yang alpa. Tidak layak juga baginya larut dalam kelalaian dan permainan bersama orang yang lalai."

Lebih lanjut Fudhail bin Iyadh ra, menuturkan:
"Hendaknya seorang penghafal al-Qur'an tidak memiliki kepentingan atau berurusan dengan seorang khalifah (penguasa) atau bawahannya."

Potret atau pola hidup yang telah digambarkan Abdullah bin Mas'ud dan Fudhail bin Iyadh ra kepada kita ini menjelaskan bahwa penghafal al-Qur'an merupakan sebuah proses tarbiyah (pembinaan), pembinaan yang amat dahsyat. Menghafal al-Qur'an merupakan sebuah proses pembinaan untuk pribadi sekaligus bagi umat.

Coba saja bayangkan, sekiranya di tengah-tengah komunitas umat ini banyak para penghafal al-Qur'an yang menghiasi diri mereka dengan sifat dan karakter yang sangat istimewa ini. Sungguh, tak bisa dipungkiri lagi bahwa umat yang demikian ialah umat yang akan senantiasa hidup dan berjaya serta tidak akan pernah mati.

Allah swt telah membebankan kepada para penghafal al-Qur'an dengan tugas yang amat berat. Hanya para pahlawan dan orang-orang mulia saja yang bisa mengembannya.

Allah swt mempercayakan kepada mereka ibadah yang paling agung dan paling mulia di dalam Islam. Allah mempercayakan mereka ibadah shalat. Dia menjadikan orang yang paling hafal al-Qur'an, paling mahir dan paling pandai Tajwid serta kaidah membacanya sebagai imam dalam shalat. Rasulullah saw bersabda:

"Yang menjadi imam dalam shalat berjama'ah bagi suatu masyarakat adalah orang yang paling mahir membaca al-Qur'an di antara mereka. Jika semua mereka sama, maka orang yang paling alim dengan as-Sunnah / al-Hadits. Dan jika mereka masih sama, maka orang yang lebih dulu hijrah.Dan jika hijrah mereka sama, maka orang yang lebih dulu masuk Islam. Dan jangan sekali-kali seseorang menjadi imam bagi orang lain di tempat kekuasaannya. Saat bertamu jangan ia duduk di tempat kesenangan (singgasana) tuan rumah tanpa seizinya." (HR. Muslim dari Abu Mas'ud al-Anshari radiyalallahu anhu).

Di dalam ajaranya Islam, para penghafal al-Qur'an ini diutamakan daripada yang lainnya dalam hal memberikan fatwa, musyawarah, serta meminta pendapat dan pandagan. Orang yang hatinya diterangi Allah swt dengan al-Qur'an lebih mampu mengetahui yang haq dan yang batil, yang benar dari yang salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar