Tepat pukul 02.30 dini hari, Rana sudah bangun dengan cekatan mulai mempersiapkan bahan lalu mengadon kue. Melawan hawa kantuk dan hawa dingin sudah menjadi hal biasa bagi Rana. Sejak kepergian ibunya dua tahun yang lalu, Rana mau tak mau harus meneruskan perjuangan ibunya menjual kue ke warung-warung dan ke pasar untuk terus menyambung hidup, gaji bapak yang sehari-hari bekerja sebagai buruh di perusahaan tekstil sudah bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sebenarnya, hingga bapak kerap kali menyuruh Rana untuk berhenti membuat kue dan fokus belajar saja, tetapi Rana menolak karena dia ingin sekali membantu bapaknya dan dia yakin mampu tetap fokus mengikuti pelajaran di sekolah.
Pagi dengan lembut menyapa tiap celah desa Suka Makmur yang asri. Suara ibu-ibu yang asyik berjibaku di dapur mempersiapkan sarapan keluarga, suara air matang di atas kompor, suara tangis anak-anak yang enggan di bangunkan pagi-pagi sahut menyahut menjadi suatu harmoni yang sangat indah. Lain halnya dengan Rana, setelah subuh dan tilawah dua lembar Al-Quran Rana bergegas mempersiapkan kotak-kotak kue yang akan di antarkan ke warung-warung hingga ke toko-toko di pasar. Rana harus mengantar pagi-pagi sebab hanya ada satu motor di rumah sehingga Rana harus bergantian dengan bapaknya.
“Assalamu'alaikum Rana" Sapa Bu Asih yang berlalu di depan rumahnya setelah sholat subuh dari mushola .
“Wa'alaikumussalam Bu” Ucap Rana menyambut salam Bu Asih dengan sumringah sambil terus menyusun kotak demi kotak kue di motor.
“ Oh iya, Ibu bisa nitip roti cakwe nggak di pasar?”
“Bisa-bisa Bu, buat si embah ya?”
“Iya, mbah di rumah lagi kurang enak badan gak begitu selera makannya”
“Oh, semoga mbah cepat sembuh ya Bu"
“Iya, titip 4 ya rotinya, uangnya nanti"
“Baik Bu"
Rana pun seketika memanaskan mesin motor sejenak lalu memulai perjalananya pagi itu menyisir warung-warung di sekitarannya satu persatu. Pesona alam di desa benar-benar pemandangan yang pas saat mulai menyambut hari.
*****
“Baik anak-anak sampai di sini pertemuannya, tetapi ada hal yang akan ibu umukan untuk pertemuan minggu depan.” Ujar Bu Sofi dengan wajah tenang.
“Dikarenakan adanya himbauan dari pemerintah agar proses belajar mengajar dilakukan sscara daring mengingat kasus covid-19 yang masih belum mereda maka dengan ini ibu sampaikan bahwa minggu depan sampai waktu yang tidak di tentukan proses belajar mengajar di sekolah akan dihentikan dan kita akan melaksanakan pembelajaran online.mulai minggu depan.”
Seisi kelas menyimak dengan khidmat penjelasan daei Bu Sofi, termasuk Rana.
“... Maka untuk memudahkan proses belajar mengajar daring minggu depan, di harapkan semuanya menggunakan tablet ya!”
“Ya Bu" Sahut ramai.anak-anak
Rana mematung.
“Tablet?” Ia membatin.
*****
Sore yang mendung, meski hujan belum juga turun tapi hari semakin gelap saja. Hal jni membuat Herman buru-buru memarkirkan motornya di depan rumah namun agak ke dalam, khawatit kalau-kalau hujan akan segera tiba.
Segelas teh hangat sudah tertata di atas meja menyambut kepulangannya.
“Assalamu'alaikum “ Ucap Herman sambil masuk lalu menggantungkan jaketnya.
“Wa'alaikumussalam pak...” Rana menyambut salam dari belakang.
Menyeruput teh hangat setelah berlelah-lelah di tempat kerja adalah suatu hal yang istimewa bagi Herman.
“Pak..., gimana kerjaannya?”
Tanya Rana sambil menyembul keluar dari kamarnya.
“Alhamdulillah ya begitulah”
“Hehe, capek ya pak"
“Namanya kerja nduk... kerja apa sih ya yanv tidak cape?
Rana terkekeh dengan pernyanyaanya sendiri.
“... tapi, secapek-capek nya kita bekerja masih lebih cape orang yang kesulitan mencari pekerjaan sana sini"
Rana mengangguk sambil teringat sesuatu.
“Oh iya pak, Bu guru di sekolah suruh pake tablet buat belajar online"
“Oo, karena pandemi ini ya nduk, hm bulan depan ya... bulan ini di kantor ada pemotongan gaji dari atasan, dan kontrakan kita lusa harus dibayar juga kan"
Rana mengangguk lesu.
“Tapi belajar nya minggu depan pak...”
“Oh.. kalau begitu nanti bapak cari gimana caranya, kamu jangan banyak fikiran dan uang jualan kue jangan kamu pakai dulu ya nduk, tetap itu di tabung saja.”
Rana kembali mengangguk
*****
Besoknya Herman sudah berada di sebuah pusat perbelanjaan.
“Yang ini berapa?”
“2.3 juta pak”
Herman terdiam sebentar, sendu ... uang disakunya hanya 680 ribu rupiah
“...apa tidak ada yang lebih murah?”
“Ada pak, inj tapi yang bekas 1 juta saja"
“Lebih murah lagi?”
Mas-mas penjual itu menggelengkan kepala nya.
*****
“Rana maaf ya...”
“Eh Bapak, sini pak!” Belum habis Bapakmya bicara Rana sudah kegirangan sambil menunjukkan sebuah bungkusan.
“Ini Pak, aku dapat hadiah dari Bu Asih"
Oleh : Rahmat Solihin





